Dua Kades di Madiun Didakwa Korupsi Prona

Dua Kepala Desa atau Kades di Kabupaten Madiun didakwa korupsi Program Nasional (Prona) sertifikasi tanah massal Tahun 2009.

Pasalnya, kedua terdakwa diduga menggelar rapat dan menentukan nilai besaran anggaran Prona bagi warganya.

Rata-rata warga menyetorkan uang senilai Rp 400.000 per bidang tanah. Padahal, dalam Prona itu, proses sertifikasi tanah massal dilaksanakan secara gratis.

Kedua terdakwa, masing-masing Kepala Desa Plumpungrejo, Kecamatan Wonoasri, Musholin dan Kepala Desa Banyu Kambang, Kecamatan Wonoasri, Tukiran.

Musholin didakwa menerima uang senilai Rp 400.000 dari 300 bidang tanah yang masuk dalam program sertifikasi tanah massal dengan nilai total Rp 84, 2 juta.
Sedangkan Tukiran menerima uang Rp 400.000 dari 126 bidang tanah yang mendapatkan jatah sertifikasi tanah massal dengan nilai total Rp 41,3 juta.

Kedua terdakwa, disidangkan secara bergiliran. Mereka sama-sama dijerat dengan dakwaan melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Uang hasil pungutan itu, rata-rata digunakan untuk biaya materai, pendataan, pengukuran dan patok tanah, berkas, pemasangan patok, ATK, transpor panitia dan kebutuhan administrasi lainnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Amin, dengan terdakwa Musholin mengatakan jika terdakwa yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat mewajibkan warganya membayar pengurusan sertifikasi tanah massal tersebut.

Padahal, dari dana APBN Prona sudah disiapkan anggarannya, untuk Desa Pulungpungrejo yang mendapatkan jatah 300 bidang ada anggaran Rp 90 juta.

“Kesalahan Kepala Desa sebagai Ketua Pelaksana adalah mengumpulkan warga dan membuat panitia serta menentukan harga pengurusan yang harus dibayar warganya,” terangnya, Rabu (1/12/2010).

Senada, Wahyu Widoprapti, JPU atas terdakwa Tukiran. Menurutnya, untuk pengurusan sertifikasi tanah massal bagi 126 bidang tanah di Desa Banyukambang dianggarkan setiap bidang Rp 300.000 dari dana APBN melalui BPN Kabupaten Madiun.

Dari 126 bidang anggaran totalnya Rp 37 juta. “Seharusnya, Kades tidak menarik iuran Rp 400 ribu per bidang ke warganya. Apalagi, yang mendapat jatah sertifikasi tanah massal itu, warga miskin,” tegasnya.

Sementara, tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Indra Priangkasa menegaskan jika apa yang dilakukan kedua klien, hanya untuk memperlancar dan mensukseskan program Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Menurutnya, tidak ada unsur paksaan dalam proses pemberian uang Rp 400.000 ber bidang itu, sebab sudah disepakati sebelumnya. “Kalau tidak ada uang iuran itu, apakah semua prosesnya akan dibiayai uang pribadi Kepala Desa, kan juga tidak mungkin,” ungkapnya.

Selain itu, dia meminta kliennya untuk segera ditangguhkan penahanannya kepada Majelis Hakim, yang dipimpin Bandung Suharmoyo. Namun, ketua Majelis Hakim hanya mempertimbangkan penangguhan penahanan tersebut. “Dilihat lebih lanjut nanti saja seteleh dipertimbangkan,” tandas Bandung.

Persidangan itu mendapat penjagaan ketat dari pertugas kepolisian Polres Madiun dan Polres Madiun Kota. Pasalnya, ratusan Kades dan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Kepala dan Perangkat Desa (PKPD) memadati gedung Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, untuk menyaksikan rekan-rekannya yang terjerat kasus prona 2009.

Sementara, terdakwa lainnya, Kepala Desa/Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, Kuncoro, yang sama-sama ditahan tim penyidik Kejari Madiun beberapa bulan lalu, baru menjalani persidangan dalam kasus yang sama pada Kamis (2/12/2010). (aya/isp)

Sumber : Zonaberita.com

JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :



Dikirim oleh Roedy pada 16.58. dan Dikategorikan pada , , , , , . Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas

PENGUNJUNG ONLINE

2010 Lintas Madiun. All Rights Reserved. - Designed by Lintas Madiun